Istanbul-Muenchen-Prag-Singapore-Kei Islands-Jakarta (3)

Malu sama Cinta Fitri yang akhirnya tamat juga, sepertinya sudah saatnya gue pun melanjutkan cerbung gadungan gue yang ditulis sesuka-suka hati asal sempat.

Melanjuti kisah sebelumnya dimana Voldermort berhasil merebut the elderwand  dari makam Dumbledore….eh, itu mah Harry Potter yaaaaaaa…..

Melanjuti kisah perpisahan gue dan Mikko di Muenchen, yang ditutup dengan email yang meng-harubiru dari si lelaki bermata biru itu, kamipun menepati janji kami untuk tetap berteman. Email-emailan jalan terus walopun frekwensinya jauh berkurang. Mikko sibuk melanjutkan perjalanannya menyusuri Turki dan Iran sementara gue sibuk dengan kehidupan gue di Muenchen yang, siapa sangka, makin rame aja waktu itu.

Awal Maret 2004 secara agak impulsif gue memutuskan untuk pulang ke Indonesia, mau ceki-ceki aja keadaan pacar di sana apa kabarnya? Gue inget banget, malam sebelum terbang gue telepon Mikko untuk mengabarkan kepulangan gue. Biasa aja sih omongannya (kecewa :p), gak ada lagi acara flirting-flirting romantis seperti dahulu kala.

Sebelum touchdown di Jakarta gue sempet jalan-jalan dulu ke Singapur dan Bangkok bersama seorang teman sekaligus gebetan (astagaaaaaa….jaman jahiliyah itu gue emang nakal banget yah), dan siapa sangka begitu gue sampe di Jakarta ada sebuah paket menunggu. Dari Finlandia! Dari Mikko! Isinya all things Finnish. Coklat Fazer (merk coklat terkenal di Finlandia), buku cerita Moomin (tokoh kartun anak-anak Finlandia), sebuah novel yang backgroundnya di Lahti (tempat tinggalnya Mikko saat itu), dan juaranya: sebuah surat dari Mikko untuk gue. Bukan surat tepatnya, lebih seperti sebuah tulisan, sebuah cerita, tentang gue…atau dalam bahasa Mikko: about a girl from the other part of the world who read the same Astrid Lindgren books as I did when I was a kid. Sungguh tulisannya dia itu mengharukan sekali sampai gue baca berulang-ulang.

Tapi sayangnya perasaan haru itu gak cukup buat gue memikirkan Mikko terlalu lama. Begitu mendarat di Indonesia gue shock sama pacar gue yang minta putus. Gileee lu, Ndro! Gue baru sampe iniiiii! Kagak bisa disimpen dulu berita buruknya???? Eniwei, setelah bertele-tele dan sejuta alasan palsu akhirnya ketauan kalo pacar gue itu dijodohkan orang tuanya dengan cewe lain dan menurut dia sangat mustahil bin mustahal baginya untuk menolak. (Sekarang sih gue menyadari, emang doi juga suka kalee dijodohin ama tu cewe)

Acara pulang kampung gue jadi hancur berantakan. Isinya sedih-sedihan dan tangis-tangisan melulu. Dasar gue naif sekaligus keras kepala gue pun ngotot ke pacar kalo kami gak boleh putus. Kita kan saling mencintai, kalo udah cinta apa sih yang gak mungkin??? (yeaaaaaa…righttttt…makan tuh ulekan).

Niat mudik yang cuma sebulan molor jam empat bulan dengan alasan memperjuangkan cinta. Urusan kampus langsung ke laut semua. Gue jadi ketinggalan pendaftaran tema skripsi, cari dosen pembimbing dan lain-lainnya. Ibaratnya gue lewatkan aja satu semester di kampus demi perjuangan cinta nan maha suci tersebut. Nyokap gue sampe membujuk-bujuk supaya gue balik ke Jerman, nerusin kuliah, mikirin masa depan, tapi si pejuang cinta ini ngotot tetap mau di Jakarta aja jagain pacar. Kali-kali kalo gue tetep di Indo gue bisa dapet kesempatan untuk bertemu nyokap si pacar, merebut hatinya dengan ke-charming-an gue (uhuuuuukk), dan akhirnya live happily ever after sama si pacar. Kenyataannya malah gue dimaki-maki lewat telepon sama di tante…hihihihihihi. Bukannya kapok malah makin ngotot untuk gak balik ke Jerman. Pokonya (saat itu) gue yakin pasti ada cara buat gue dan pacar untuk tetap bersatu asalkan gue dan dia tidak terpisah lautan dan benua.

Tapi setelah berbagai macam bujuk rayu dari nyokap, yang sampe ikut nangis-nangis liat gue depresi gitu, akhirnya gue pun kembali ke Jerman dengan hati yang remuk redam. Berat banget waktu itu rasanya ninggalin pacar di airport, wondering apa yang akan terjadi pada kami? Ternyata gak perlu lama-lama wonderingnya, sekitar dua bulan sesudah itu gue denger dari ORANG LAIN kalo pacar gue udah nyebar undangan. Semua orang udah tau doi mau merit kecuali eike cencunya. Aneh. Padahal paginya barusan aja kami teleponan dan masih bersayang-sayangan, malemnya gue tau kalo doi udah tuker cincin sama cewe lain. Makdikipe memang! Berakhirlah sudah riwayat gue sebagai pejuang cinta.

Setelah dua minggu bertangis-tangisan. Kapan saja! Dimana saja! Akhirnya gue memutuskan untuk menghibur diri sedikit jalan-jalan ke Praha yang indah bersama teman-temanku Uli, Elin dan Fadhli. Tiba-tiba aja, di sebuah email, gue impulsif nanya ke Mikko apakah dia mau ikut? Pertanyaan basa basi doang sebenernya, namanya juga orang Endonesa hobinya berbual mesra. Gak disangka langsung disambut positif sama mas bule.

Bertemulah kami kembali di Praha.

Di sana gue cerita soal hubungan gue yang kandas ke dasar sumur dengan si pacar dan Mikko jadi pendengar yang penuh pengertian sekali waktu itu. Selanjutnya, sesuai yang dia janjikan, dia tetap menjadi teman baik gue. Temen tapi demen kali ya, soalnya kalo jalan teteup dong sambil bergandengan tangan 😀

Gue inget juga sempet terjadi perbincangan soal cinta, soulmate, dan pernikahan di antara kami berlima di ruang santai hostel yang kami inapi. Di situ gue bersumpah-sumpah kalo gak akan banget gue nikah sama non-Indonesia. Susyah bin ribet, jendral! Beda bahasa, beda budaya, masalah tempat tinggal dan sejuta keribetan lainnya. Pokonya sungguh gue mencintai produk lokal kalo urusan cowo. “Owwwhhh, gitu yaaaa?” pikir Mikko saat itu. Sedikit kecewa tapi terima nasib, kan sekarang statusnya cuma temen.

Yang bikin takjub selama di Praha ini adalah kemajuan bahasa Indonesia Mikko yang pesat sekali. Padahal dia cuma belajar sendiri dari buku dan CD yang dia pinjam di perpustakaan, tapi sedikit-sedikit dia udah bisa mengerti omongan kami, empat orang Indonesia, selama perjalanan itu. Pernah suatu kali di restoran empat pribumi ini ngobrol haha hihi tanpa melibatkan Mikko. Si bule makin lama mukanya makin bete berasa dicuekin, tau-tau aja dong dia gebrak meja sambil ngomong, dalam bahasa Indonesia tentunya,  “Kalian bisa tidak berbicara dalam bahasa Inggris?” Bwahahahahha, yang ada kami semua ketawa sampai hampir terguling dari kursi. Segitu hebatnya suami gue ini kalo soal bahasa *bangga* 🙂

hari pertama di Prag ketika Mikko baru bergabung, gue dan Uli udah sempet belanja dulu di pusat kotanya

Komplit! All the crew of the Prague trip

bertahun-tahun setelahnya ini jadi salah satu foto favorit gue dan Mikko

yang ini juga

apa lagi yang ini

Saatnya berpisah lagi. Gue dan teman-teman kembali ke Muenchen naik kereta malam sementara Mikko lanjut ke airport dan terbang balik ke Finlandia

Setelah pertemuan di Prag itu gak bisa dipungkiri kalo kami makin menjauh. Pertukaran kabar makin berkurang, sibuk dengan kehidupan masing-masing tapi untungnya masih saling update tentang hal-hal besar yang terjadi dalam hidup kami. Gue selalu cerita soal cowo-cowo yang gue pacari ke Mikko, dan Mikko selalu laporan kalo dapet pacar baru. Yang bikin gue ge-er teramat sangat, pernah suatu kali Mikko cerita kalo cewe-cewe yang dia pacari selalu membuatnya teringat pada gue. In one way or another, kata Mikko, you are still the girl of my dreams. SEDAAAAAAAAPPPPPPPPPPPPPP. Mungkin karena itulah gue gak pernah menganggap Mikko sebagai temen biasa. Dengan tidak sopannya gue masukan dia ke dalam kategori “fans berat” walopun terus terang, kalo saja waktu itu gue gak kepentok sama idealisme A-C-I gue, pastinya gue pun akan membalas cintanya abis-abisan.

Sampai di sini gue harus undur diri dulu. Baca tulisan ini bikin gue agak-agak gelik sampe rasanya harus berhenti nulis sebelum muntah. Kok kesannya memuja-muji diri sendiri sekali? Tapi begitulah rasanya dijatuhi cinta oleh Mr. Marttinen. Bikin terbang ke langit ketujuh. Berasa diri ini yang paling cakep, paling hebat, paling hebring sejagat raya.

Dan untungnya sampai sekarang masih sering dibikin merasa seperti itu oleh si Mister. I love you full suamikuuuuuuuu.

PS: aslinya diPublished on: Aug 16, 2011 @ 21:39